PADANG - Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kota Solok, Sumatera Barat, menggelar Rakor (Rapat Koordinasi) Sentra Gakkumdu (Penegak hukum terpadu) terkait tahapan pemutakhiran Data Pemilih dan Penyusunan Daftar Pemilih, pada Jum’at - Sabtu, 24-25 Februari 2023.
Kegiatan yang dilaksanakan di Rocky Hotel Padang itu dihadiri langsung oleh Ketua Bawaslu Kota Solok Triati, S.Pd, beserta Anggota Rafiqul Amien, S.Pd.I, M.Pd, dan Dr.Budi Santosa, MP, serta Koordinator Sekretariat Bawaslu Kota Solok Agustin Melta, S.Sos, dan staf.
Selain itu, hadir unsur Kepolisian dan Kejaksaan yang tergabung dalam Sentra Gakkumdu Kota Solok, serta Narasumber Kasubdit 1 Ditreskrimum Polda Sumbar AKBP Adi Nugroho, SH, S.IK, dan Jaksa Fungsional Kejaksaan Tinggi Sumatera Barat Rahmadani, SH, MH.
Dalam sambutannya saat membuka kegiatan tersebut, Ketua Bawaslu Kota Solok Triati, S.Pd, menyampaikan bahwa pada Pemilu tahun 2019, terungkap sebanyak 4 kasus pidana Pemilu di Kota Solok, yang dari pembahasan di tingkat Sentra Gakkumdu akhirnya semua naik ke proses pengadilan.
Baca juga:
Ribuan Warga Riau Tunggu Kedatangan Anies
|
“Ini adalah bagian dari pembelajaran, dan melalui kegiatan ini diharapkan kita mendapatkan ilmu dan pengetahuan untuk menyamakan persepsi dalam penanganan tindak pidana Pemilu pada pelaksanaan Pemilu 2024 mendatang”, jelas Triati.
“Selain itu, Kita berharap terus dapat melakukan pencegahan agar tidak terjadi pelanggaran Pemilu 2024, dengan menguatkan peran dan fungsi Sentra Gakkumdu, ” imbuh Tri.
Falam kesempatan itu, Kasubdit 1 Ditreskrimum Polda Sumbar AKBP Adi Nugroho, SH, S.IK, dalam pemaparan materi yang disampaikannya, dijelaskan terkait Optimalisasi Peran Penyidik Dalam Tindak Pidana Pemilu & Pemilihan Serentak Tahun 2024.
Sementara itu, Jaksa Fungsional Kejaksaan Tinggi Sumatera Barat Rahmadani, SH, MH, menyampaikan tentang Potensi Pidana Pada Masa Pemutakhiran Data Pemilih.
Dijelaskannya, pada tahapan pemutakhiran data pemilih, paling tidak terdapat beberapa potensi pelanggaran, diantarannya Panitia pemungutan suara (PPS) melalui Pantarlih (Panitia Pendaftaran Pemilih) tidak melakukan pencocokan dan penelitian (coklit) data pemilih, Potensi pemalsuan keterangan dalam daftar pemilih Potensi KPU di tingkat kabupaten atau kota tidak memberikan salinan daftar pemilih tetap (DPT) kepada peserta Pemilu, dan KPU yang dianggap belum maksimal menanggapi kerja Bawaslu.
Disebutkan Rahmadani, berdasarkan Pasal 488 Undang-Undang Nomor 7 tahun 2017 dinyatakan bahwa “Setiap orang yang dengan sengaja memberikan keterangan yang tidak benar mengenai diri sendiri atau diri orang lain tentang suatu hal yang diperlukan untuk pengisian daftar pemilih sebagaimana dimaksud dalam Pasal 203, dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan denda dan paling banyak Rp 12.000.000, 00 (dua belas juta rupiah)”.
Selanjutnya, pada Pasal 489 Undang-Undang Nomor 7 tahun 2017 dinyatakan bahwa “Setiap anggota PPS atau PPLN yang dengan sengaja tidak mengumumkan dan/atau memperbaiki daftar pemilih sementara setelah mendapat masukan dari masyarakat dan/atau Peserta Pemilu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 206, Pasal 207, dan Pasal 213, dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) bulan dan denda paling banyak Rp 6.000.000, 00 (enam juta rupiah)”.
Dalam kegiatan itu, Koordinator Sentra Gakkumdu Rafiqul Amin, S.PdI, M.Pd, mengungkapkan bahwa semangat yang terus dibangun bersama-sama dalam wadah Sentra Gakkumdu adalah bagaimana semaksimal mungkin kita bisa dan mampu melakukan upaya-upaya pencegahan kepada seluruh pihak yang terkait dalam pesta demokrasi Pemilu dan Pemilihan Serentak tahun 2024, agar tidak terjadi tindak pidana Pemilu.
“Diharapkan dengan wadah Sentra Gakkumdu, kita bisa melakukan gelar perkara untuk menemukenali unsur-unsur tindak pidana pemilu dan bukti-bukti yang harus dikumpulkan. Selain itu Sentra Gakkumdu diharapkan juda dapat menjadi wadah bersama-sama dengan pengawas pemilu, dalam mendiskusikan dan menyusun kajian tindak pidana Pemilu, ” sebut Rafiq.